cersex annisa cersex anal mama cersex dengan ibu mertua cersex hot terbaru cersex download cersex xnxx

Cerita Sex Dokter Sandra Yang Cantik Dan Menawan

Sukur-sukur sich dapat diatasi secara langsung di UGD, menjadi tidak butuh menyusahkan dokter bangsal. dr. Sandra sendiri harus saya mengakui ia cukup trampil dan pintar , masih muda sekitaran 28 tahun, elok menurutku, tidak begitu tinggi sekitaran 165 cm dengan body sedang bagus, kulitnya putih dengan rambut sebahu.

Foto Artis Bokep Jepang – Karakternya cukup pendiam, jika berbicara tenang seolah memberi kesan-kesan sabar tetapi yang kerap rekanan sepekerjaan temui yakni ketus dan judes apalagi jika sedang moodnya buruk sekali. Nahasnya yang kerap diperlihatkan, ya semacam itu. Karena itu mungkin, sampai saat ini ia masih singgel. Hanya dengar-dengar saja akhir-akhir ini ia kembali punyai jalinan khusus dengan dr. Anton tetapi saya tidak jelas.

Kurang lebih jam 2 pagi, kamar menjaga saya diketok lumayan keras .
“Siapa?” tanyaku masih cukup malas untuk bangun, sepet betul nih mata.
“Dok, dinanti di UGD ada pasien konsul”, suara dibalik pintu itu menyahut, oh suster Lena ternyata.
“Ya”, sahutku sejurus selanjutnya.

Sampai di UGD kusaksikan ada banyak pria dalam ruang UGD dan sayup-sayup kedengar suara rintihan lembut dari tempat tidur check di ujung sana, sebelumnya sempat kusaksikan sekilas seorang pria terkapar di situ tetapi belum kusaksikan lebih terang saat dr. Sandra menyongsongku, “Fran, pasien ini jemari telunjuk kanannya masuk ke dalam mesin, kronis, baru 1/2 jam sich, tekanan oke, menurutku sich amputasi (dipotong, begitu tujuannya), bagaimana menurut elu?” begitu ikhtisar singkat yang diberi olehnya.
“San, elu semakin elok saja”, pujiku saat sebelum raih status pasien yang diberikan padaku dan saat saya jalan ke arah tempat pasien itu, sebuah cubitan keras singgah di pinggangku, sekalian dr. Sandra menemani langkahku hingga tidak begitu saksikan apa yang ia kerjakan. Sakit nih.
Saat kusaksikan, pasien itu kronis sekali, bisa disebut nyaris putus dan yang ketinggalan hanya sedikit daging dan kulit saja.
“Dok, tolong dok… jangan dipotong”, pintanya kepadaku memelas.
Pada akhirnya saya panggil itu sang Om gemuk, bosnya mungkin dan seorang rekanan kerjanya untuk merapat dan saya beri pemahaman ke mereka semua.
“Siapa nama Bapak?” demikian saya mengawali pembicaraan sekalian melihat ke status untuk pastikan jika status yang kupegang memang punyai pasien ini.
“Praptono”, sahutnya kurang kuat.
“Ini Pak Prap, saya memahami kondisi Bapak dan saya akan berusaha untuk menjaga jemari Bapak, tetapi ini mustahil dilaksanakan karena yang masih ada cuma sedikit daging dan kulit saja hingga tidak lagi ada pembuluh darah yang mengucur sampai ke ujung jemari. Jika saya jahit dan hubungkan, itu cuma untuk saat ini mungkin sekitaran 2 – 4 hari kemudian jemari ini akan membusuk dan harus pada akhirannya harus dibuang , menjadi ditangani 2x.
Jika saat ini kita kerjakan cuma perlu 1 kali pembuatan dengan hasilnya akhir yang lebih bagus, saya akan berusaha untuk seminim mungkin buang jaringannya dan pada pengobatannya kelak diharap bisa lebih cepat karena cederanya rapi dan tidak compang-camping semacam ini”, demikian keterangan saya dari mereka.
Kurang lebih seperempat jam kubutuhkan waktu untuk memberikan keyakinan mereka akan perlakuan yang hendak kita kerjakan. Sesudah semua oke, saya meminta dr. Sandra untuk mempersiapkan document-nya termasuk surat kesepakatan perlakuan medik dan pengurusan untuk rawat inapnya, sedangkan saya persiapkan perlengkapannya ditolong oleh suster-suster dinas di UGD.
“San, elu ingin menjadi operatornya?” tanyaku sesudah semua siap.
“Ehm… saya menjadi pendamping elu saja dech”, jawabannya sesudah termenung sesaat.
Entahlah mengapa ruang UGD ini meskipun ber-AC tetap saya merasa panas hingga butir-butir keringat yang sebesar jagung bercucur keluar khususnya dari dahi dan hidung yang mengucur sampai ke leher saat saya kerja tersebut. Untung Sandra memperhatikan ini dan sebagai pendamping ia cepat responsif dan berkali-kali ia mengusap keringatku.

Baca Juga:   CERITA HOT DEWASA NGENTOT JANDA MUDA

Huh… saya sukai satu waktu ia mengusap keringatku, masalahnya mukaku dan mukanya demikian dekat hingga saya bisa juga mencium harum badannya yang demikian memikat, terlebih rambutnya yang sebahu ia gelung ke atas hingga terlihat lehernya yang putih bertahap dan tengkuknya yang banyak bulu-bulu lembut. Betul-betul memikat iman dan keinginan.
1/2 jam selanjutnya usai telah pekerjaanku, tinggal jahit untuk tutup cedera yang kuserahkan pada dr. Sandra. Kemudian kulepaskan sarung tangan sedikit tergesa-gesa, terus bersihkan tangan di wastafel yang terdapat dan selekasnya masuk ke dalam kamar menjaga UGD untuk pipis. Ini yang membuat saya tidak kuat dari barusan ingin pipis. Dibanding saya perlu berlari ke bangsal bedah yang lumayan jauh atau keluar UGD di ujung lorong sana ada juga toilet, lebih bagus saya tentukan di dalam kamar dokter menjaga UGD ini, juga rasanya lebih bersih.
Saat kubuka pintu toilet (akan keluar toilet), “Ooopsss…” kedengar jeritan kecil lembut dan kusaksikan dr. Sandra masih repot berusaha tutupi badan sisi atasnya dengan kaos yang digenggamnya.
“Ngapain lu di sini?” tanyanya ketus.
“Saya habis pipis nih, elu kok tidak periksa-periksa dahulu terus ngapain elu membuka pakaian?” tanyaku tidak ingin dituding demikian saja.
“Ya, sudah keluar sana”, suaranya telah lebih halus sambil mengarah ke kembali pintu agar tidak terlihat di luar saat kubuka pintu kelak.
Saat saya sampai pada pintu, kusaksikan dr. Sandra menunduk dan… ya ampun…. bahunya yang putih lembut kelihatan s/d ke pangkal lengannya, “San, bahu elu bagus”, bisikku dekat telinganya dan semburat merah muda selekasnya menyebar di mukanya dan dia tetap menunduk yang memunculkan keberanianku untuk mengecup bahunya perlahan-lahan. Dia masih tetap termenung dan selekasnya kulanjutkan dengan menjilat sepanjang bahunya sampai ke pangkal leher dekat tengkuknya. Kupegang lengannya, sebelumnya sempat terjamah kaos yang digenggamnya untuk tutupi sisi depan badannya dan berasa cukup lembab. Ternyata itu argumennya ia buka kaosnya untuk menukarnya sama yang baru. Berkeringat ternyata barusan.
Perlahan-lahan kubalikkan badannya dan selekasnya terlihat punggungnya yang putih mulus, lembut dan kurengkuh badannya dan kembali lidahku bermain gesit di bahu dan punggungnya sampai ke tengkuknya yang banyak bulu-bulu lembut dan kusapu dengan lidahku yang basah. “Aaaccch… ach…” desahnya yang pertama dan diikuti jeritan kecil ketahan dilemparkannya saat kugigit urat lehernya dengan gaungs dan badannya sedikit melafalkanng kaku. Kuraba pangkal lengannya sampai ke siku dan dengan sedikit penekanan kuusahakan untuk melempengkannya sikunya yang dengan automatis menarik kaos yang digenggamnya turut turun ke bawah dan dari belakang bahunya tersebut.

Kusaksikan 2 buah gundukan bukit yang tidak besar tetapi benar-benar melawan dan di bukit yang samping kanan terlihat benjolannya yang tetap warna merah dadu dan yang samping kiri tidak kelihatan. Kusedot kembali urat lehernya dan dia menjerit ketahan, “Aach… ach… ssshhh”, badannya juga kurasakan makin lemas karena makin berat saya meredamnya.
Dengan masih tetap dalam pelukan, kubimbing dr. Sandra ke arah tempat tidur yang terdapat dan perlahan-lahan kurebahkan ia, matanya tetap terpejam dengan goresan nikmat terhias di senyuman minimnya, dan secara refleks tangannya bergerak tutupi buah dadanya. Kubaringkan badanku sendiri di sebelahnya dengan tangan kiri menyokong beban badan, dan tangan kanan menyeka halus alis matanya turun terus ke pangkal hidung, mengelilingi bibir turun terus ke bawah dagu dan usai di ujung lubang telinganya.
Senyuman tipis terus menghiasi mukanya dan usai dengan desahan lembut dibarengi terbukanya bibir ranum tersebut. “Ssshhh… acchh…” Kusentuhkan bibirku sendiri ke bibirnya dan selekasnya kami sama-sama berpagutan penuh gairah. Kuteroboskan lidahku masuk mulut dan cari lidahnya untuk sama-sama bersinggungan selanjutnya kugesekan lidahku ke langit-langit mulutnya, sedangkan tangan kananku mencari lagi lekuk mukanya, leher dan turun terus telusuri lembah bukit, kudorong tangan kanannya ke bawah dan kukitari putingnya yang mencolok tersebut.
Lima sampai 7x perputaran dan putingnya makin mengeras. Kulepaskan kecupanku dan kualihkan ke dagunya. Sandra memberi leher sisi depannya dan kusapu lehernya dengan lidahku turun terus dan telusuri tulang dadanya perlahan-lahan kutarik tangannya yang kiri yang tetap tutupi bukitnya. Terlihat sekarang secara jelas ke-2 puting susunya tetap warna merah dadu tetapi yang kiri masih terbenam dalam gundukan bukit. Feeling-ku, tidak pernah ada yang sentuh itu sebelumnya.
Kujilat pas di tempat puting kirinya yang tetap terkubur malu itu pada jilatan yang ke-5 atau ke enam, saya lupa. Puting itu mulai memperlihatkan dianya malu dan selekasnya kutangkap dengan lidah dan kutekankan di gigi sisi atas, “Ach… ach… ach…” suara desisnya makin jadi dan ini kali tangannya mulai aktif memberi perlawanan dengan menyeka rambut dan punggungku.
Sekalian terus mainkan ke-2 buah payudaranya tanganku mulai menelusuri tempat yang baru turun ke bawah lewat lajur tengah terus dan terus tembus batasan atas celana panjangnya sedikit penekanan dan melaju lagi ke bawah menerobos karet celana dalamnya perlahan-lahan sedikit turun dan selekasnya terjamah bulu-bulu yang sedikit kasar. “Eeehhhm… ech…” tidak dilanjutkan tetapi bergerak lagi naik telusuri lipatan celana panjangnya dan sampai pada tempat pinggulnya dan selekasnya kutekan dengan cukup keras dan oke, “Ach…” pekiknya kecil pendek sambil bergerak sedikit liar dan mengusung bokong dan pinggulnya.
Selekasnya kutekan balik lagi pinggul ini tetapi ini kali kulakukan ke-2 nya kiri dan kanan dan, “Fran… ugh…” teriaknya ketahan. Saya terkejut , itu kan maknanya Sandra sadar siapakah yang mencumbunya dan itu bermakna ia memang memberi peluang itu bagiku. Matanya tetap terpejam hanya-hanya terkadang terbuka. Kutarik restleting celananya dan kutarik celana itu turun. Gampang, karena Sandra memang inginkannya , hingga pergerakan yang dilakukan benar-benar menolong.
Tungkainya benar-benar seimbang, kuat, putih mulus, pasti ia menjaganya secara baik karena ia kan asal dari keluarga kaya, jika tidak salah bapaknya salah satunya petinggi tinggi di bea cukai. Kuraba paha sisi dalamnya turun ke bawah betis, turun terus sampai punggung kaki dan secara tidak tersangka Sandra meronta dan terduduk, dengan napas mengincar dan terengah-engah, “Fran…” desisnya ketelan oleh napasnya yang tetap mengincar.
Selanjutnya dia mulai buka kancing bajuku sedikit tergesa dan kubantunya lantas dia mulai mengecup dadaku yang sektor sambil tangannya bergerak aktif menarik retsleting celanaku dan menariknya lepas. Langsung saya berdiri dan melepas semua bajuku dan kuterjang Sandra hingga dia rebah kembali dan kujilat dimulai dari perutnya. Sementara tangannya turut menyeimbangi dengan menyeka rambutku, saat saya sampai di selangkangannya kusaksikan dia menggunakan celana warna dadu dan kelihatan belahan tengahnya yang sedikit cengkung sementara pinggirnya mencolok keluar serupa pematang sawah dan sedikit ada bintik basah di tengah-tengahnya tidak begitu luas, sedikit ada bulu hitam yang melihat keluar kembali celananya.
Kurapatkan tungkainya lantas kutarik celana dalamnya dan kembali kurentangkan kakinya sambil saya melepaskan celanaku. Sekarang kami sama bertelanjang, kemaluanku tegang sekali dan lumayan besar untuk ukuranku. Sementara Sandra telah mengangkang lebar tetapi labia mayoranya tetap tertutup rapat. Kucoba membuka dengan jari-jari tangan kiriku dan terlihat sebuah lubang kecil sebesar kancing di tengah-tengahnya diliputi oleh seperti daging yang warna pucat demikian pula dindingnya terlihat warna pucat walaupun lebih merah dibanding sisi tengahnya. Edan, ternyata masih perawan.
Tidak lama kusaksikan selekasnya keluar cairan bening yang mengucur dari lubang itu karena tidak ada kendala teknisi yang menghadanginya untuk keluar dan banjir dibarengi baunya yang unik semakin berasa tajam. Baru waktu itu kujulurkan lidahku untuk menyekanya perlahan-lahan dengan sedikit penekanan. “Eehhh… ach… ach… ehhh”, desahnya berkelanjutan. Sementara lidahku berusaha untuk membersihkan tetapi banjir itu tiba tidak tertahan. Saya kembali naik dan menindih badan Sandra, sedangkan kemaluanku melekat di selangkangannya dan saya tidak tahan kembali selanjutnya saya mulai meremas payudara kanannya yang kenyal itu dengan kemampuan kurang kuat yang lama-lama semakin kuat.

Baca Juga:   Cerita Sex Ketua BEM Nikmati Sekretaris Berjilbab

“Fran… ambilah…” bisiknya ketahan sambil menggoyahkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sementara kakinya diangkat tinggi-tinggi. Dengan tangan kanan kuarahkan torpedoku untuk tembak dengan tepat. 1x tidak berhasil rasanya melesat ke atas karena licinnya cairan yang membanjir itu, 2x masih tidak berhasil tetapi yang ke-3 rasanya saya sukses saat tangan Sandra mendadak menggenggam kuat ke-2 pergelangan tanganku dengan kuat dan desisnya seperti meredam sakit dengan bibir bawah yang dia gigit sendiri.
Sementara tangkai kejantananku rasanya mulai masuk lubang yang sempit dan buka suatu hal lembar, tidak lama kemudian semua tangkai kemaluanku telah tertancap dalam lubang surganya dan kaki Sandra juga telah memutari pinggangku dengan kuat dan meredamku untuk bergerak. “Nantikan”, pintanya saat saya ingin bergerak.

Sesaat selanjutnya saya mulai bergerak mengocaknya perlahan-lahan dan kaki Sandra juga telah turun, awalnya biasa-biasa saja dan tanggapan yang diberi masih tetap minimum, tidak lama kemudian napasnya kembali mulai mengincar dan butir-butir keringat mulai terlihat di dadanya, rambutnya telah kusut basah semakin memesona dan pergerakan mengocakku mulai kutingkatkan frekwensinya dan Sandra mulai bisa menyeimbanginya.
Lama-lama pergerakan kami makin selaras. Tangannya yang pada awalnya ditempatkan di dadaku sekarang bergerak naik dan pada akhirnya menyeka kepala dan punggungku. “Yach… ach… eeehmm”, desisnya memiliki irama dan tidak lama kemudian saya semakin rasakan lubang senggamanya semakin sempit dan berasa semakin menjempit kuat, pergerakan badannya semakin liar. Tangannya telah meremas bantal dan menarik kain sprei, sedangkan keringatku mulai menetes membasahi badannya tetapi yang kunikmati sekarang ini ialah kepuasan yang semakin bertambah dan hebat, lain dari yang kurasakan sejauh ini lewat masturbasi.

Baca Juga:   Cerita Sex Titipan Berhadiah Khusus

Semakin cepat, cepat, cepat dan pada akhirnya kaki Sandra mengamankan lagi punggungku dan menariknya lebih ke bersama dengan pompaanku yang paling akhir dan kami termenung, sedetik selanjutnya.. “Eeeggghhh…” jeritannya ketahan bersama dengan mengucurnya cairan nikmat itu menyebar di sepanjang kemaluanku dan, “Crooot… crooot”, memberinya kepuasan yang hebat. Kebalikannya untuk Sandra berasa ada semburan kuat dalam sana dan memberi rasa hangat yang mengucur dan berputar-putar terasanya terus tembus ke tidak ada berbuntut. Usai telah pertarungan tetapi kekakuan badannya masih kurasakan, demikian pula badanku masih kaku.
Tidak lama kemudian kuraih bantal yang masih ada, kulipat menjadi dua dan kuletakkan kepalaku di sana sebelumnya setelah berubah sedikit untuk memberikannya napas supaya beban badanku tidak menindih paru-parunya namun masih tetap badanku menindih badannya. Kusaksikan senyuman puasnya tetap merekah di bibir imutnya dan badannya kelihatan mengkilat licin karena keringat kami berdua.

“Fran… thank you”, tidak lama kemudian, “Ehmmm… Fran saya bisa bertanya?” bisiknya perlahan-lahan.
“Ya”, sahutku sekalian tersenyum dan mengusap keringat yang melekat di ujung hidungnya.
“Aku… gadis keberapa yang elu setubuhin?” tanyanya sesudah sebelumnya sempat termenung sesaat. “Yang pertama”, kataku memberikan keyakinannya, tetapi Sandra mengerenyitkan alisnya. “Benar-benar?” tanyanya untuk memberikan keyakinan.
“Betul… keperawanan elu saya mengambil tetapi perjakaku elu yang mengambil”, bisikku di telinganya. Sandra tersenyum manis.
“San, thank you “, itu kata-kata terakhirku saat sebelum dia tidur lelap kecapekan dengan senyuman senang tetap tersungging di bibir imutnya dan tangkai kemaluanku masih tetap belum keluar tetapi saya ikut juga lelap.